Indonesia
terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, agama, dan kebudayaan. Untuk
mempersatukan semua itu, maka diperlukan suatu alat pemersatu yaitu pencasila. Tentu
saja, bangsa Indonesia sudah tidak asing lagi dengan semboyan bangsa Indonesia,
yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya “walaupun berbeda-beda, tetapi tetap
satu jua.”
Ironisnya,
yang terjadi adalah kebudayaan Pancasila kian lama kian memudar. Bangsa
Indonesia khususnya generasi muda tidak lagi mengemalkan pancasila. Kok
jangankan mengamalkan hafal butir-butir pancasila saja belum tentu. Kalau hafal
saja tidak, membaca dan mendalami pancasila juga tidak mau, tentu mustahil untuk
dapat membudayakan pancasila. Akibatnya, terjadi berbagai penyimpangan nilai
Pancasila, seperti kericuhan antar umat beragama, tawuran antar suku, trawuran
pelajar, penegakan hukum yang lemah, berbagai permasalahan ekonomi, kesenjangan
antar daerah, dsb.
Tulisan
ini akan lebih menekankan pada aspek sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa. Esensinya adalah semua warga Indonesia diwajibkan memiliki satu agama, dan
tentunya agama satu tidak boleh mencampuri urusan agama yang lain. Selain itu,
antar umat beragama hendaknya saling menghormati. Akan tetapi yang sering kita
dengar saat ini adalah pertentangan antar agama, perusakan tempat ibadah, muncul
ajaran sesat, dsb. Bahkan dalam satu agama yang sama, satu Tuhan yang sama,
saling bermusuhan dengan dalih perbedaan aliran yang dianut.
Untuk
dapat kembali mempersatukan antar umat beragama dan membudayakan pancasila,
perlu dilatih sejak dini. Penanaman pendidikan karakter, baik di lingkungan
keluarga, masyarakat dan sekolah harus benar-benar dilaksanakan. Guru
(khususnya guru PKN atau Pancasila) hendaknya tidak hanya mengajarkan materi
tanpa memberikan bukti atau contoh bagaimana bertindak sesuai Pancasila. Perlu
juga ditunjukkan fenomena pelanggaran nilai pancasila yang telah terjadi serta
memberikan solusinya agar siswa menghindari perilaku menyimpang tersebut.
0 komentar :
Posting Komentar